Negara
kita Indonesia mempunyai potensi yang besar dan sumber daya yang melimpah. mulai
dari daratan hingga lautan. Untuk membuat Indonesia menjadi negara yang maju
bukan lah hal yang mustahil, selagi kita memiliki sumber daya manusia yang bisa
mengelola potensi negeri kita dengan baik dan benar. sumber daya manusia yang
ada di negeri kita ini cukuplah banyak. Namun sayang, masih banyak dari mereka
yang belum terlatih untuk ikut berkompetisi memajukan Indonesia. Bukan karena
mereka tidak bisa di andalkan, melainkan mereka belum ada kesempatan. mereka
memiliki tekad dan potensi yang cukup besar untuk memberikan perubahan pada
negeri kita ini. sungguh sangat disayangkan, andaikan Indonesia memiliki kualitas
pendidikan yang tinggi, potensi sumber daya manusia tidak akan terbuang
percuma.
Kita
semua menyadari, kualitas pendidikan indonesia sekarang sangatlah jauh berbeda
dengan apa yang diharapkan. Potongan kata dari Pembukaan UUD 1945 alinea ke
Empat bertuliskan “... mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia ...”. dari kutipan
tersebut, sangatlah miris kenyataan yang sekarang negeri kita sedang hadapi.
Kualitas pendidikan di negeri kita sekarang amatlah keritis. Untuk mengatasi kondisi
keritis ini, dibutuhkan Seorang guru, atau tenaga pengajar yang berperan
penting dalam pembentukan mental para remaja. Guru bertugas untuk mengajar
serta mendidik anak murid nya. namun beberapa guru hanya duduk di depan kelas
memberikan tugas, bersantai – santai, lalu memberikan nilai. Hal sepele seperti
inilah yang bisa berdampak pada perkembangan mental murid itu sendiri. Seorang pakar psikologi, John W Santrock
mengatakan “psikologi pendidikan adalah
cabang ilmu psikologi yang menghususkan diri pada cara memahami pengajaran dan
pembelajaran dalam lingkungan pendidikan”. Cara mengajar guru berbeda –
beda, ada yang mengharuskan muridnya mengerti, adapula yang acuh dengan
muridnya. Perlu diketahui, masa muda adalah masa dimana seseorang masih suka bersenang
– senang. Murid akan lebih mudah memahami pelajaran, jika mereka merasa senang
dan menikmati apa yang guru sampaikan. Guru Killer
bukanlah solusi yang tepat bagi perkembangan mental murid, karena dalam kondisi
diam dan merasa tegang, emosi seseorang akan lebih mudah meningkat. Jika terus
menerus murid dalam kondisi seperti ini, mereka semua akan merasa stres dan
cenderung mencari pelampiasan. Tidak heran jika sekarang tawuran antar pelajar
sering terjadi hampir diseluruh penjuru kota di Indonesia, siapa yang harus
disalahkan?.
Masyarakat sudah tidak lagi heran ketika mendengar kata tawuran. Ya, tawuran sudah menjadi ciri khas para pelajar yang ingin melampiaskan emosi atas dendam yang dibuat turun – menurun. Tradisi buruk ini merupakan salah satu dari sekian banyak kenakalan remaja. Banyak sekali akibat negatif daripada tawuran, baik untuk pelaku aksi ini dan juga keluarga mereka. Tidak hanya itu, masyarakat pun merasa dirugikan atas aksi tawuran yang sering terjadi, seperti rusaknya fasilitas umum dan juga masyarakat yang turut menjadi korban. Di beberapa kota besar tawuran sering terjadi, data dari BIMMAS POLRI METRO JAYA “tahun 1992 tercatat 157 kasus tawauran pelajar, tahun 1994 menungkat menjadi 183 kasus yang menewaaskan 10 pelajar, tahun 1995 ada sebanyak 194 kasus, 13 pelajar dan 2 masyarakat tewas, terlebih lagi tahun 1998 tercatat 230 kasus tawuran pelajar yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota POLRI”. Miris memang, dari tahun ke tahun angka tawuran antar pelajar meningkat. Pendidikan yang salah merupakan salah satu faktor penyebab tawuran. Apa tindakan yang bisa kita lakukan? Jawabannya tidak ada. Para guru pun sudah kewalahan menasihati para murid, dan para oknum penegak hukum pun takluk pada peraturan yang mereka buat sendiri.
Di
zaman sekarang guru tidak berkuasa untuk menghukum murid dengan hukuman
fisik. Takut, memang guru sekarang takut
terhadap peraturan yang dibuat oleh orang yang tidak berfikir secara menyeluruh,
dengan kata lain wawasan mereka dangkal. Entah siapa yang membuat peraturan
tentang HAM. Peraturan HAM cacat ini lah yang telah membiarkan penjahat di
indonesia menjadi semakin tidak takut terhadap hukum. Gayus Tambunan, Roy
Suryo, dan pejabat – pejabat Bajingan lainnya. Andai saja Gayus Tambunan diberi
hukuman potong tangan, mungkin dia akan jera. Tetapi hukuman potong tangan ini
ditolak mentah – mentah oleh HAM. Bukan salah peraturan HAM, semua ini salah
orang bodoh yang membuat peraturan HAM. Andai saja peraturan HAM hanya berlaku
untuk orang – orang yang tidak bersalah, mungkin penjahat – penjahat indonesia
akan takut terhadap hukum. Tapi apa kenyataannya? Pejabat korupsi, menonton
film porno saat sidang, melecehkan wanita dan sebagainya, hukumannya hanya
dicopot jabatannya. Mereka kebal akan penjara. Dipenjarapun mereka tetap merasa
seperti dirumah. Penjara yang mewah, ada televisi dan springbed. Konyol, apakah
belum cukup kekonyolan yang dilakukan oleh oknum Bajingn ini?. Kalau anda
bertanya apa yang menyebabkan mereka korupsi, jawabannya karena pendidikan
mereka yang masih dibawah standar. Kembali lagi pada guru, guru bisa dikatakan
berhasil jika muridnya bisa membedakan yang baik dan benar, bisa membuka
wawasan muridnya, menumbuhkan pemikiran yang logis, dan membangun pertahanan
mental mereka. Dan guru dikatakan gagal apabila selama dia mengajar dan
membimbing, hanya menghasilkan output yang hanya dapat merusak moral bangsa.
Tawuran, korupsi, dan tindak kriminal lainnya bukanlah sepenuhnya salah guru atau salah orang tua mereka. Guru dan orang tua telah berusaha sekuat tenaga untuk membangun potensi penerus bangsa yang dapaat dibanggakan. Anak yang berbuat kesalahan tidak seharusnya kita biarkan, memperingatinya akan berdampak lebih baik untuk masa depan mereka. Kriminalitas bukanlah niat awal mereka, tetapi karena adanya kesempatan dan pengaruh lingkungan yang tidak sehat. Pondok pesantren, atau asrama, bukanlah solusi yang tepat untuk lingkungan yang sehat. Karakteristik anak di indonesia ini berbeda – beda, ada yaang tidak suka keramaian, ada yang suka kebebasan, ada yang suka kerapihan. Semua orang tua harus mengetahui karakteristik anaknya jika mereka ingin anaknya bisa dibanggakan oleh bangsa. Jangan sampai para orang tua salah mendidik anaknya. Anak yang cenderung suka kebebasan bermain dan berekspresi tidak seharusnya dimasukkan kedalam pesantren, karena anak akan merasa terkekang dan selebihnya nanti saat dia keluar dari pesantren. Jati dirinya akan kembali, hasrat dia akan kembali untuk bebas. Semakin dia bebas, semakin tidak terkendali emosinya, dia akan mudah terpengaruh oleh lingkungan.
Kami
sebagai bangsa indonesia sungguh prihatin dengan keadaan anak muda jaman
sekarang. Kami, para PELURUS bangsa yang akan berjanji membimbing kawan kawan
dan adik adik kami kejalan yang benar.
Tentu saja dengan bantuan kalian semua. Dukung kami!.
cp : 08976162308
cp : 08976162308
6 komentar
Ini pasti Kerjaan si BEYE.
beye siapa?
Klo ane juga turut prihatin gan, tapi semua koncinya ada di dirikita masing-masing gan-_- semoga keturunan kita nanti akan lebih baik -_-
amiin ssetuju dengan agan edday
Ini kesalahan aparat-aparat negara yang selalu KORUPSI
bukan hanya mereka saja gan
Komentar bebas, boleh mengandung SARA, kata KASAR, FRONTAL dan sebagainya, karena ini blog bebas berekspresi
EmoticonEmoticon